Setelah kemarin jalan-jalan bersama teman sewaktu SMP, giliran teman-teman saya sewaktu STM yang mengajak jalan-jalan. Bisa dibilang acara jalan-jalan tadi siang diadakan secara mendadak, yang awalnya berjanji bertemu untuk rame-rame berkunjung ke rumah seorang teman muslim (sebut saja namanya Maria) guna menghadiri acara halal bi halal alias open house. Echh, setelah semua perut kenyang malah ada ide untuk jalan-jalan (sudah terbukti, kalau dengan perut kenyang akan menghasilkan ide-ide briliant). Mulai deh, semua bingung untuk milih tempat jalan-jalan. Ada yang mau ke Monkey Forest (Ubud), Mangrove, Pantai, de el el. Saya sih mau-mau saja diajak ke tempat-tempat tersebut, namanya juga tamu, yaw kudu ngikut donk (aslinya males ikutan mikir #haha). Akhirnya sepakatlah kami untuk jalan-jalan ke Desa Penglipuran dan kebetulan juga, saya belum pernah ke Desa Penglipuran. Desa Penglipuran terletak di Kabupaten Bangli, di bagian timur Pulau Bali. Kira-kira butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan dari kota Denpasar untuk mencapai desa dengan tata ruang yang indah itu.
Dengan mengambil rute melalui jalan Bypass Ida Bagus Mantra, ternyata jalanannya lumayan sepi juga. Dengan mengendarai motor Satria FU milik seorang teman (sebut saja namanya Yudix), saya bergaya bak pembalap jalanan. Dan memang benar kata orang-orang, kalau sudah bawa Satria FU, cewek-cewek dijamin ngelirik. Itulah yang saya alami selama perjalanan. Walau tampang saya pas-pas’an, bisa dibilang kelas menengah ke bawah, terbukti banyak yang melirik saya (mungkin 99% melirik pada motor, dan 1% pada wajah katrok saya). Kaki terasa tebal oleh debu jalanan, gara-gara saya hanya menggunakan sandal jepit. Yaw itulah sedikit konsekuensi, kalau tidak ada persiapan sama sekali. Setelah melwati berbagai godaan di perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Desa Penglipuran.
Ketika sampai di gerbang masuk, kami sudah dijaga oleh 2 penduduk setempat, yang tidak lain dan tidak bukan ingin menagih uang tiket masuk sebesar 8 ribu perak (lumayan buat dibeliin nasi be guling 1 porsi). Setelah menaruh motor di tempat parkir, kami langsung masuk ke jalanan desa yang pengaturan tata ruangnya sangat indah dan memang benar-benar bernuansa Bali kuno seperti yang sering saya lihat di TV. Di areal Catus Pata yang merupakan area batas untuk memasuki Desa Penglipuran, terdapat sebuah balai desa yang merupakan fasilitas masyarakat dan sebuah ruang terbuka untuk pertamanan. Desa ini merupakan suatu kawasan tradisional dengan tatanan yang teratur mulai dari struktur desa yang tradisional, perpaduan tatanan tradisional dengan banyak ruang terbuka pertamanan yang asri. Jangan ditanya lagi, kita akan merasakan nuansa alam Bali di jaman dahulu kala. Penduduknya juga sangat ramah terhadap wisatawan yang berkunjung, saya juga sempat ditawari untuk mampir dan melihat kerajinan yang dihasilkan penduduk setempat. Suasana desa yang masih asri dan hawanya sejuk, membawa insting kami untuk berfoto-foto sejenak disana. Lumayan untuk dipamerin kepada teman-teman saya di kampus. Setelah bosan berkeliling dan langit yang sudah mulai gelap, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang, saya diajak untuk mencicipi nasi goreng babi di daerah Kerobokan, dan cukup membuat perut kenyang kembali. Jam tangan sudah menunjukkan pukul 08.00, sudah saatnya saya untuk pulang, karena masih ada banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan di rumah.
Acara jalan-jalan yang sangat menarik, walau acaranya dadakan. Yang terpenting bisa berkumpul dan bertemu lagi dengan teman-teman seperjuangan ketika STM dulu.
Salam Hangat,
Cheerrrsss….!!!!
kunjungan perdana nih mas. kesan pertama. bloggnya kerennnn
terima kasih banget bro,, informasinya..
saya orang Banjarmasin, sekarang lagi ngumpulin duit buat wisata ke Bali.
Postnya jadi referensi buat syaa. sekali lagi terimakasih.